PENGELOLAAN KELAS



PENGELOLAAN KELAS

Dalam proses pendidikan anak sekolah, terdapat banyak faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Salah satu diantaranya adalah faktor Guru setiap guru tentunya menginginkan agar anak didiknya berhasil dalam belajar. Hal ini tentunya harus didukung oleh lingkungan belajar yang baik. Menurut Moh. Uzer Usman (1996:10), lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan belajar yang menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman, dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Disinilah guru dituntut kemampuannya untuk mengelola kelas dengan baik sehingga tercipta lingkungan belajar yang mendukung terjadinya prose belajar mengajar yang optimal.
                Pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku anak didik seperti yang diinginkan guru dan meniadakan tingkah laku yang tidak didinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal yang baik sehingga kelas menjadi efektif dan efesien (hudoyo, 1990).
Jadi pengelolaan kelas merupakan kegiatan guru dalam menjalankan tugasnya didepan kelas sehingga suasan kelas menjadi tertib. Suasana kelas yang tertib ini tidak berarti anak didik patuh (Disiplin mati), tetapi ketertiban kelas yang terjadi karena adanya hubungan interpersonal yang baik antara anak didik dan guru.
                Dalam proses belajar mengajar, guru harus mengusahakan agar perhatian anak senantiasa tertuju pada mata pelajaran yang disampaikan. Untuk itu, guru harus memberikan batasan kepada anak didik tentang prilaku apa yang boleh mereka tampilkan, dan prilaku mana yang tidak boleh dilakukan. Jika anak didik menunjukkan prilaku yang buruk (menyimpang) dari yang diinginkan guru, maka akan timbul masalah pengelolaan kelas.
                Masalah prilaku anak didik yang buruk didalam kelas dialami hampir semua guru, baik mereka yang mengajar DITINGKAT PENDIDIKAN YANG RENDAH (TK/RA) bahkan sekolah Tingkat Atas (SMA/MA). Menurut Maurice (1996) prilaku anak didik yang buruk tersebut adalah cara prilaku yang “paling Baik” menurut mereka untuk mendapatkan rasa “dimiliki” dan menjadi bagian dari kelasnya.
                Herman Hudoyo (1990) dan Dreikurs (1996) Menyatakan Bahwa Prilaku Anak didik yang brurk tersebut diarahkan pada salah satu dari 4 tujuan berikut :
    1.       Keinginan untuk diperhatikan.
Wujud Meminta Perhatian ini dapat dilihat dari dua tipe yaitu tipe menyerang dan tipe bertahan.
a.       Keinginan untuk diperhatikan dengan tipe menyerang wujudnya antara lain usil terhadap teman yang sedang belajar, mengganggu guru dengan cara-cara yang tidak terpuji, misalnya mengajukan pertanyaan dengan sifat menguji.
b.      Meminta perhatian dengan prilaku bertahan adalah meminta perhatian secara pasif dengan berpihak kepada guru, bukan kepada teman sekelasnya. Anak yang demikian ini mendapatkan rasa dimiliki dengan membujuk guru agar menberikan pelayanan khusus kepadanya.
    2.       Keinginan berkuasa
Keinginan untuk diperhatikan yang disertai tindakan agrsif, cenderung menunjukan keinginan untuk menguasai. Contoh bentuk tindakaknya adalah suka mendebat guru. Pada dasarnya tindakan itu dilakukan anak didik untuk menunjukan bahwa mereka berbeda dengan orang lain atau tidak patuh terhadap peraturan yang telah disepakati bersama.
    3.       Balas Dendam
Anak didik yang tidak berhasil mendapatkan perhatian atau unjuk kekuasaan merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan tempat dilingkungan adalah dengan membuat dirinya dibenci oleh arang lain. Anak ini biasanya menunjukan prilaku menyerang, misalnya mencuri, bersikap brutal atau merusak atau secara diam – diam anak tersebut menunjukan prilaku bertahan seperti cemberut, murung atau menunjukan sikap benci.
                Anak didim yang melakukan balas dendam sebagai tujuannya mengalami rasa rendah diri, Sebab ia merasa tidak punya harapanuntuk diterima orang lain melalui usaha yang kooperatif dan konstruktif. Padahal dalam hatinya ia ingin sukses dalam tugasnya seperti teman-temannya.
    4.       Melepaskan Diri ( Mengundurkan Diri)
Tujuan ini dicapai dengan cara menyatakan ketidak mampuannya mengerjakan tugas atau tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Mereka selalu mencari alasan untuk bersembunyi dibalik ketidak mampuannya sehingga kekurangan-kekurangannya tidak begitu jelas terlihat.
Anak yang berprilaku mengundurkan diri adalah anak yang rendah ini, bukan anak yang bodoh. Kecaman dan ejekan dari guru atau temannya akan menguatkan penilaian negatif anak terhadap ketidak mampuannya. Padahal yang mereka butuhkan adalah dorongan dan keoercayaan akan kemampuan mereka serta pengakuan atas keberhasilan (prestasi) yang telah mereka capai.

(Sumber : Drs. Nur Asikin, M.PMat Kepala MAN Jongkong)

Komentar

Postingan Populer